Sushi (鮨, 鮓, atau biasanya すし, 寿司) adalah makanan Jepang yang terdiri dari nasi yang dibentuk bersama lauk (neta) berupa makanan laut, daging, sayuran mentah atau sudah dimasak.[Nasi sushi mempunyai rasa masam yang lembut karena dibumbui campuran cuka beras, garam, dan gula.
Asal usul kata sushi adalah kata sifat untuk rasa masam yang ditulis dengan huruf kanji sushi (酸し). Pada awalnya, sushi yang ditulis dengan huruf kanji 鮓 merupakan istilah untuk salah satu jenis pengawetan ikan disebut gyoshō (魚醤) yang membaluri ikan dengan garam dapur, bubuk ragi (麹 koji) atau ampas sake (糟 kasu). Penulisan sushi menggunakan huruf kanji 寿司 yang dimulai pada zaman Edo periode pertengahan merupakan cara penulisan ateji (menulis dengan huruf kanji lain yang berbunyi yang sama).
Sejarah
Konon kebiasaan mengawetkan ikan dengan menggunakan beras dan cuka berasal dari daerah pegunungan di Asia Tenggara. Istilah sushi
berasal dari bentuk tata bahasa kuno yang tidak lagi dipergunakan dalam
konteks lain; secara harfiah, "sushi" berarti "itu (berasa) masam",
suatu gambaran mengenai proses fermentasi dalam sejarah akar katanya.
Dasar ilmiah di balik proses fermentasi ikan yang dikemas di dalam nasi
ialah bahwa cuka yang dihasilkan dari fermentasi nasi menguraikan asam amino dari daging ikan. Hasilnya ialah salah satu dari lima rasa dasar, yang disebut umami dalam bahasa Jepang.
Hiroshige dari Zaman Edo.
Nigirizushi dikenal di Jepang sejak zaman Edo.
Sebelum zaman Edo, sebagian besar sushi yang dikenal di Jepang adalah
jenis oshizushi (sushi yang dibentuk dengan cara ditekan-tekan di dalam
wadah kayu persegi). Pada zaman dulu, orang Jepang mungkin kuat makan karena sushi selalu dihidangkan dalam porsi besar. Sushi sebanyak 1 kan (1 porsi) setara dengan 9 kan (9 porsi) sushi zaman sekarang, atau kira-kira sama dengan 18 kepal sushi (360 gram). Satu porsi sushi zaman dulu yang disebut ikkanzushi mempunyai neta yang terdiri dari 9 jenis makanan laut atau lebih.
Pada zaman Edo periode akhir, di Jepang mulai dikenal bentuk awal dari nigirizushi.
Namun ukuran porsi nigirizushi sudah dikurangi agar lebih mudah
dinikmati. Ahli sushi bernama Hanaya Yohei menciptakan sushi jenis baru
yang sekarang disebut edomaezushi Namun ukuran sushi ciptaannya besar-besar seperti onigiri.
Pada masa itu, teknik pendinginan ikan masih belum maju. Akibatnya,
ikan yang diambil dari laut sekitar Jepang harus diolah lebih dulu agar
tidak rusak bila dijadikan sushi.
Sampai tahun 1970-an sushi masih merupakan makanan mewah. Rakyat
biasa di Jepang hanya makan sushi untuk merayakan acara-acara khusus,
dan terbatas pada sushi pesan-antar. Dalam manga,
sering digambarkan pegawai kantor yang pulang tengah malam ke rumah
dalam keadaan mabuk. Oleh-oleh yang dibawa untuk menyogok istri yang
menunggu di rumah adalah sushi. Walaupun rumah makan kaitenzushi yang
pertama sudah dibuka tahun 1958 di Osaka,
penyebarannya ke daerah-daerah lain di Jepang memakan waktu lama. Makan
sushi sebagai acara seluruh anggota keluarga terwujud pada tahun
1980-an sejalan dengan makin meluasnya kaitenzushi.
Keberhasilan kaitenzushi mendorong perusahaan makanan untuk
memperkenalkan berbagai macam bumbu sushi instan yang memudahkan ibu
rumah tangga membuat sushi di rumah. chirashizushi atau temakizushi
dapat dibuat dengan bumbu instan ditambah nasi, makanan laut, tamagoyaki dan nori.
Jenis Sushi
Sushi pada umumnya digolongkan berdasarkan bentuk nasi, antara lain
nigirizushi, oshizushi, chirashizushi, inarizushi, dan narezushi.
Cara makan
- Nigirizushi dinikmati dengan mencelup sedikit bagian neta ke dalam kecap asin.
- Nigirizushi umumnya dimakan dengan tangan, walaupun boleh-boleh saja dimakan memakai sumpit.
- Nigirizushi biasanya dimakan dengan sekali suap.
Teknik mengepal nasi
Ada beberapa teknik mengepal nasi yang merupakan seni keterampilan yang harus dikuasai ahli sushi (寿司職人 sushi shokunin):
- Tegaeshi:
- Hon tegaeshi
- Ko tegaeshi
- Tate gaeshi
- Yoko tegaeshi
- Oyayubi nigiri
Berdasarkan kekuatan tangan sewaktu mengepal, bentuk nasi bisa berupa bentuk silinder (tawaragata), kotak persegi empat (hakogata), dan kapal (funegata).
Di restoran kaitenzushi, nasi yang sudah dibumbui dibentuk secara
otomatis menggunakan mesin sushi, bahkan ada nasi bentukan mesin yang
sudah diberi wasabi
atau diikat dengan nori. Mesin pembuat sushi ada juga yang terlihat
seperti tempat nasi tradisional dari kayu agar penikmat sushi mendapat
kesan seolah-olah makan sushi yang dikepal oleh ahli sushi sungguhan.
Ahli sushi
Sushi yang telah disiapkan ahli sushi di sushi bar, di kaitenzushi di atas piring-piring beredar.
Ahli sushi (sushi shokunin) adalah sebutan terhormat ahli
sushi di restoran sushi tradisional. Di Jepang, ahli sushi merupakan
profesi terhormat dengan penghasilan tinggi.
Ahli sushi pada umumnya adalah pria, dan wanita hampir tidak
pernah diberi kesempatan. Di restoran sushi, jenis kelamin laki-laki
adalah syarat tidak tertulis untuk menjadi ahli sushi. Tradisi ini
berasal dari tradisi kuno Jepang yang menempatkan laki-laki pada
kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Walaupun demikian,
alasan yang lebih masuk akal adalah suhu tubuh pria yang umumnya lebih
rendah dari suhu tubuh wanita. Perubahan fisiologis setiap bulan yang
dialami wanita menyebabkan wanita tidak sesuai untuk memegang makanan
laut mentah yang rasa dan warnanya mudah dipengaruhi suhu tubuh orang
yang memegang.
Di Jepang, ahli sushi wanita umumnya tidak disukai pengunjung
restoran sushi. Selain itu, pertimbangan higienis yang tidak jelas
asal-usulnya menjadikan ahli sushi tetap merupakan didominasi pria.
Walaupun demikian, wanita ahli sushi mulai banyak dipekerjakan di
kaitenzushi. Mereka dilarang keras menggunakan kosmetik yang mengandung
parfum atau mengecat kuku.
Menurut cerita yang suka dibesar-besarkan, syarat bagi ahli sushi
untuk bisa mandiri adalah pengalaman magang paling sedikit 10 tahun,
mencakup pelajaran mengepal (nigiri) 3 tahun dan pelajaran menggulung (maki)
8 tahun. Persyaratan formal untuk menjadi ahli sushi sebenarnya tidak
ada. Sebagian besar karier ahli sushi justru dimulai sebagai buruh yang
dibayar per jam. Keterampilan memilih ikan segar di pasar memang
memerlukan pengalaman selama bertahun-tahun. Namun, keterampilan
mengepal nasi sudah dikuasai oleh robot pembuat sushi.
Cara menghitung nigirizushi
Dalam bahasa Jepang, Nigirizushi tidak dihitung bukan berdasarkan jumlah kepal (buah), melainkan jumlah porsi yang disebut kan (貫, かん) dengan berat 1 kan sekitar 40-50 gram (kira-kira sama dengan 2 buah sushi). Nigirizushi 1 kan berarti satu porsi (1 piring) nigirizushi yang terdiri dari 2 buah sushi. Sementara itu, 1/2 kan berarti 1 buah sushi, walaupun 1 kan dapat saja terdiri dari 1 buah sushi bila neta tersebut besar dan mahal.
Cara menghitung inarizushi juga sama seperti menghitung Nigirizushi, 2 buah Inarizushi sebagai 1 kan (1 porsi) walaupun ada tempat juga yang menghitung per buah.
Istilah khusus
Restoran sushi atau sushi bar di Jepang mempunyai istilah-istilah khusus yang memiliki arti lain dalam bahasa Jepang standar.
- Agari (teh hijau)
- Otesho (kecap asin) atau disebut tamari di daerah Kansai
- Kappa (mentimun)
- Gari (asinan jahe)
- Gyoku (tamagoyaki atau dashimaki)
- Kusa (nori)
- Gunkan (sushi yang dikelilingi oleh nori)
- Shari (nasi untuk sushi)
- Tsume atau nitsume (saus kental rasa manis-asin yang dioleskan pada anago, kerang hamaguri atau neta sejenis yang rasanya hambar)
- Toro (bagian perut ikan tuna), dibagi-bagi lagi menurut kadar lemak: ootoro dan chutoro
- Namida atau sabi (wasabi)
- Haran atau baran (daun hijau penghias sushi, sekarang dipakai daun plastik)
- Murasaki (kecap asin)

Makizushi dan Inarizushi di supermarket Jepang.
Makizushi
Sushi berupa gulungan nasi berisi potongan mentimun, tamagoyaki dan neta lain yang dibungkus lembaran nori. Nasi digulung dengan bantuan sudare (anyaman bambu bentuk persegi panjang).
Makizushi dibagi menjadi:
- Hosomaki: gulungan berdiameter minimum 3 cm hanya berisi satu jenis neta (misalnya mentimun atau tuna).
- Futomaki: gulungan berdiameter di atas 5 cm berisi berbagai macam neta.
- Temakizushi: nasi digulung sendiri dengan nori sebelum dimakan, neta juga dipilih sendiri dari piring.
Di daerah Kansai terdapat tradisi ehomaki untuk mengundang keberuntungan pada Hari Ekuinoks Musim Semi.
Satu gulung utuh Futomakizushi harus dimakan sambil menghadap ke arah
mata angin keberuntungan. Ketika memakannya, orang juga dilarang
mengeluarkan suara atau berbicara. Tradisi ini mulanya dipopulerkan oleh
asosiasi pedagang sushi pada tahun 1970-an.

Nama-chirashi, atau chirashizushi dengan bahan mentah.
Chirashizushi
Nasi sushi dimakan bersama neta
berupa makanan laut dan sayur-sayuran yang dipotong kecil-kecil. Nasi
sushi tidak dibentuk melainkan diisikan ke dalam wadah dari kayu, piring
atau mangkuk. Chirashizushi merupakan salah satu masakan rumah yang
populer di Jepang untuk memperingati hari-hari istimewa seperti ulang
tahun anak-anak dan perayaan Hina Matsuri.
Di daerah-daerah lain di Jepang, chirashizuhi mempunyai banyak nama lain seperti suzushi di Prefektur Kagoshima, matsurizushi di Prefektur Okayama, tekonezushi (di Prefektur Mie), bahkan ada daerah-daerah tertentu yang menghias chirashizushi dengan buah-buahan seperti potongan apel, jeruk, dan ceri.

Sasazushi (salah satu tipe oshizushi), adalah sushi yang dibungkus daun bambu.
Oshizushi
Nasi disusun bersama neta
yang dipres untuk sementara waktu dengan maksud memadatkan nasi agar
sushi yang dihasilkan berbentuk persegi panjang yang lalu
dipotong-potong agar mudah dinikmati. Oshizushi ada juga yang dibungkus
daun bambu lalu dipres untuk sementara waktu, antara beberapa jam sampai
satu malam. Nama-nama oshizushi yang populer antara lain:
- Sabazushi berisi ikan kembung yang mempunyai beberapa nama lain seperti battera di Prefektur Osaka atau bozushi di Kyoto
- Masuzushi di Prefektur Toyama
- Oshizushi ikan Funa dari Prefektur Mie
- Sanmazushi dan Gozaemonzushi dari Prefektur Tottori
- Iwakunizushi dari Prefektur Yamaguchi
Narezushi
Sushi zaman kuno adalah ikan yang dilumuri garam dan nasi, lalu dibiarkan hingga terfermentasi. Funazushi dari Prefektur Shiga dan hatahatazushi dari Prefektur Akita
adalah dua contoh sushi asal zaman kuno. Ada pula narezushi yang
ditambah ragi untuk membantu proses fermentasi, contohnya kaburazushi
dari Prefektur Ishikawa dan Izushi dari Hokkaido.
Kaburazushi adalah jenis sushi yang tidak dibentuk bersama nasi.
Sushi dibuat dengan menjepit irisan ikan mentah di antara dua lembar
irisan lobak kabura. Setelah itu, sushi disusun di dalam tong
kayu berisi campuran nasi tanak bercampur ragi. Lama fermentasi selama
beberapa hari. Kaburazushi dimakan dengan tidak mencuci nasi hasil
fermentasi yang menempel.

Inarizushi
Inarizushi
Nasi sushi dibungkus aburage
yang sebelumnya sudah dimasak bersama kecap asin dan gula. Inarizushi
tidak berisi ikan atau lauk lain karena aburage sudah merupakan sumber
protein. Inarizushi berasal dari kuil Toyokawa Inari di kota Toyokawa, Prefektur Aichi.
Ramen (拉麺;ラーメン) adalah masakan mi kuah Jepang yang berasal dari China. Orang Jepang juga menyebut ramen sebagai chuka soba (中華そば soba dari Tiongkok) atau shina soba (支那そば) karena soba atau o-soba dalam bahasa Jepang sering juga berarti mi.
Ciri Khas
Rebusan mi hasil buatan tangan atau buatan mesin diceburkan ke dalam sebuah mangkuk berisi kuah yang dibuat dari berbagai jenis kaldu (umumnya dengan dasar kaldu babi). Pada umumnya chasiu, menma, dan irisan daun bawang ditambahkan di atas mi sebagai lauk atau penyedap.
Mi yang biasanya berwarna kuning dibuat dari terigu dengan kadar gluten tinggi ditambah air dan bahan kimia tambahan seperti potasium karbonat, natrium karbonat dan kadang-kadang asam fosfat. Bahan-bahan kimia yang bersifat alkali
mengubah sifat alami gluten dalam tepung terigu dan membuat mi menjadi
kenyal sekaligus mengaktifkan senyawa flavonoid yang terkandung dalam
tepung terigu sehingga mi berwarna kuning. Perbandingan air dan tepung
terigu adalah kira-kira 1 : 35%, semakin banyak air maka semakin lunak
pula mi yang dihasilkan.
Pada zaman dulu pembuatan mi di Tiongkok menggunakan air asin dari danau Kan di pedalaman Mongolia yang mengandung garam mineral alami. Di Jepang, bahan kimia tambahan untuk membuat mi sampai sekarang ini masih disebut kansui (鹹水, secara harafiah: air dari Danau Kan). Seusai Perang Dunia II,
bahan kimia tambahan untuk mi yang berbahaya untuk kesehatan banyak
beredar di pasaran, tetapi sekarang bahan kimia tambahan sudah diatur
dalam standar JAS. Bahan kimia tambahan untuk mi juga mempunyai bau
tidak enak yang sering tidak disukai orang, sehingga di Jepang juga
dibuat mi yang menggunakan telur sebagai pengganti bahan kimia.
Di atas ramen umumnya ditambahkan penyedap berupa beraneka ragam lauk seperti: chasiu, menma, telur rebus, sayuran hijau (seperti bayam), irisan daun bawang, nori, atau narutomaki
sebagai hiasan. Telur rebus untuk ramen biasanya berwarna coklat karena
direbus di dalam kuah bekas rebusan chasiu. Sayuran sekaligus penyedap
yang paling umum untuk ramen adalah irisan daun bawang. Sebelum ditambahkan ke dalam ramen, sebagian penjual ramen lebih dulu menggoreng irisan daun bawang di dalam minyak goreng.
Sejarah
Menurut catatan sejarah Tokugawa Mitsukuni
(Mito Komon) sering disebut sebagai orang Jepang yang pertama kali
makan ramen. Masakan mi kuah ala Cina pertama kali dihidangkan untuk
Tokugawa Mitsukuni. Pembuatnya adalah seorang ilmuwan Konghucu dalam
pengasingan dari Dinasti Ming yang diundang untuk datang ke Domain Mito.
Ramen diperkirakan mulai dinikmati rakyat banyak pada zaman dahulu. Pada waktu itu, ramen sudah masuk ke dalam menu berbagai rumah makan di kawasan permukiman keturunan Tionghoa di Kobe dan Yokohama. Setelah itu, pada zaman Taisho, penjual mi di Hokkaido sudah menjual ramen seperti ramen yang dikenal orang sekarang ini.
Di Jepang, mi kuah umumnya terdiri dari dua aliran:
- Mi kuah dalam menu rumah makan yang dikelola imigran dari Tiongkok, misalnya mi kuah dengan tauge, mi kuah tanpa lauk (tanmen), mi pangsit kuah, atau mi ala Kanton. Ramen dengan rasa miso atau rasa shio juga dicantumkan dalam menu.
- Mi kuah oleh pedagang kaki lima di waktu malam yang kemudian membuka rumah makan ramen. Pedagang kaki lima yang berkeliling menjajakan ramen dengan gerobak dorong sudah ada di Jepang sejak zaman Edo. Penjual ramen berkeliling memakai gerobak sambil meniup terompet charamela. Lagu yang dibunyikan adalah nada "sol la si - sol la - sol la si la sol la -". Oleh karena itu, penjual ramen keliling dalam bahasa Jepang sering disebut charamela. Pedagang keliling zaman sekarang sudah menggunakan pemutar rekaman sebagai pengganti charamela. Selain itu, pedagang ramen sering menggunakan mobil dan membawa kursi untuk berdagang di tempat ramai.
Setiap daerah atau kota di Jepang biasanya memiliki masakan ramen khas yang dipakai sebagai daya tarik pariwisata. Tradisi ramen lokal berasal dari usaha membangkitkan perekonomian daerah pada tahun 1980-an.
Salah satu di antaranya dengan mempromosikan keunikan ramen khas
masing-masing daerah di Jepang. Promosi juga dilakukan lewat artikel di
berbagai majalah. Salah satu promosi yang dianggap paling berhasil
adalah promosi sapporo ramen. Wisatawan dalam negeri beramai-ramai
mengunjungi Hokkaido
untuk makan sapporo ramen. Keunikan ramen khas daerah memiliki nilai
komersial yang tinggi. Di Jepang terdapat banyak sekali buku-buku laris
mengenai ramen. Biro perjalanan juga menawarkan paket wisata untuk
berkeliling menikmati ramen dari penjual ramen terkenal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar